Rabu, 05 Februari 2014

Untuk Ayah dan Ibu




Aku teringat sembilan tahun yang lalu.
" Ais, apa kamu punya cita-cita?" tanya ayah.
" tentu saja ayah, Ais punya." jawabku mantap.
" apa itu?"
" aku ingin jadi guru yah, hehe boleh kan?"
" subhanalloh, tentu saja boleh." ayah tersenyum kagum. " guru adalah cita-cita yang mulia, tidak setiap orang bisa menjadi guru. Menjadi seorang guru yang tidak menggurui. Dan kamu pasti bisa menjadi guru." tambah ayah.
" aamiin...semoga saja ya, yah."
" aamiin..ayah selalu mendo'akanmu. Oya, kamu harus ingat pesan ayah yang satu ini."
" apa itu yah?"
" kelak, jadilah kamu guru yang jujur, guru yang benar-benar guru, guru yang menginspirasi banyak muridnya, guru yang bukan hanya sekedar mengajar tetapi juga mendidik."
Aku tersenyum lebar mendengar nasihat ayah, kemudian mengangguk takzim.
Ayah benar aku harus bisa mewujudkan semua itu. itu adalah impianku, cita-citaku sejak kecil. dan aku sangat beruntung ayah juga ternyata merestuinya.
ya, ayah memang adalah satu-satunya orang yang aku punya saat ini. kakak perempuanku telah menikah dan ibu..., ibu telah meninggalkan kami sejak dua tahun yang lalu.
Kehidupan kami memang sederhana, tapi kami sangat bahagia. ayah tidak pernah menunjukan keluh kesahnya atas hidup yang kami jalani. aku sangat beruntung memiliki ayah seperti ayah. dia adalah sosok ayah yang benar-benar ayah.
Ayah yang luar biasa.
Bahkan ketika aku sakit, dia bisa menjadi ibu bagiku, merawatku dengan penuh kasih sayang.
Sempat aku melihat ayah berdo'a di sepertiga malam.
" ya Allah..hamba memiliki karunia yang besar dalam hidup ini. Kau beri hamba istri yang salehah, dan kini hamba yakin dia ada di dekat-Mu. lalu hamba juga kau beri dua anugerah buah hati yang amat hamba cintai. sulung yang telah berkeluarga, semoga keluarganya sakinah mawadah warohmah. dan bungsuku yang bak permata, yang masih harus hamba jaga. selalulah bersama mereka, lindungi mereka dari hitamnya dunia, jauhkanlah mereka dari kepahitan hidup, dan mudahkanlah dalam segala urusannya, terutama yang menjadi cita-citanya. aamiin.."
Tak terasa butiran bening meleleh di pipiku. aku tak kuasa menahan rasa haru mendengar do'a itu. ayah..terima kasih, aku berjanji tidak akan mengecewakanmu. gumamku dalam hati.

...

Esok hari ketika pagi yang indah kembali dan esoknya lagi ketika hari-hari berharga datang kembali, bahkan untuk waktu berikut-berikutnya setelah saat itu aku mulai melakukan aktivitas biasaku tidak dengan biasa. aku melaluinya lebih dari hari-hariku sebelumnya. bagiku ayah telah menyuntikan kekuatan terbesar dalam hidupku. bahakan hingga hari ini.
Sekarang aku duduk di bangku kelas dua belas, dan ayah tetap setia menemaniku.
Ayah yang kuat, walaupun guratan tegas di wajahnya semakin menua, tetapi bagiku dia tetap muda. masih sama seperti dulu.
Hingga di suatu pagi..
" selamat pagi yah.."
" pagi Ais.."
" gimana yah sudah agak baikan?" ya, sekarang ayah memang rentan sekali sakit-sakitan, aku selalu khawatir.
" alhamdulilah, sudah Ais. terima kasih kamu sudah merawat ayah ya.."
aku tertawa, " ayah..ayah.. ini tidaklah seberapa. ais tidak melakukan sesuatu yang lebih untuk membalas semua kebaikan ayah, ais hanya bisa melakukan ini."
" ini lebih dari cukup." ayah tersenyum penuh pengertian.
Aku mengambil sarapan ayah dan juga obatnya.
" yo sekarang ayah sarapan dulu, terus minum obat. ayah harus banyak istirahat. biarlah pekerjaan rumah ais yang selesaikan sepulang sekolah."
" tidak apa ais, ayah tidak ingin merepotkan, selama ayah masih mampu. lagian kan dua minggu lagi kamu ujian negara, jadi sebaiknya waktu kamu lebih banyak di gunakan untuk belajar." ujarnya.
" ayah..ayah..selalu saja bandel."
Ayah tertawa, " sudahlah ais, biarkan ayahmu ini menikamti sisa hidupnya dengan melakukan banyak hal yang bermanfaat bagi orang lain, termasuk untuk anak ayah. siapa tau esok hari ayah sudah tidak ada lagi bersama kamu."
" hus, ayah bicara apa sih." kataku sebal. " ayah akan sembuh, ais yakin." aku pun tersenyum.
" ais, jadilah anak yang berguna."
Aku mengangguk.
Setelah itu aku pamit dan berangkat ke sekolah. tidak ada hal yang janggal dalam pikiranku. kata-kata ayah justru sangat menenangkanku. Hingga sore yang menyedihkan itu tiba.
"tok..tok..tok.." terdengar suara pintu kelasku ada yang mengetuk.
" selamat sore pak, maaf mengganggu. saya ada keperluan dengan siswi kelas ini yang bernama Aisyah Zahara." petugas piket berkata.
Pak guru tersenyum tanda mengiyakan. " sebentar." katanya.
" ais, ada yang memanggilmu. silahkan temui di luar."
Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku. aku langsung keluar menemui petugas piket tersebut.
Petugas piket kemudian menyampaikan maksudnya, memberiku sebuah kabar. kabar yang sontak membuat jantungku berhenti berdetak. seolah dunia ini berhenti berputar. 
Ayah meninggal.
Aku pun menangis sejadi-jadinya, air mataku tak bisa ku bendung, dan aku pun tidak sadarkan diri. ketika sadar ternyata aku telah berada di kamar tidurku. dan hari itu aku harus melihat prosesi pemakaman orang tuaku untuk yang kedua kalinya.
Aku tidak menyangka bahwa tadi pagi adalah terkahir kali aku menyuapinya, terkahir kali aku mendengar nasihatnya, bahkan terkahir kali aku bisa melihat dan mencium tangannya.
Aku benar-benar terpukul. ternyata ucapan ayah menjadi kenyataan, esok  hari dia tidak lagi bersamaku secara nyata di dunia ini. dia telah pergi menyusul ibu. dan aku hanya bisa berdo'a.

...

Semenjak hari itu, hari-hariku terasa sangat berat. kini aku benar-benar hidup sendiri. sesekali kakak perempuanku menjenguk, tapi itu tidak menghilangkan rasa kesepianku.
Tapi, di sepertiga malam ini, aku tersadar. aku tidak boleh berhenti sampai disini, ayah dan ibu pasti sedih kalau aku terus kaya gini. jadi aku harus bangkit. Ayah benar, Allah SWT adalah tempat curhat yang paling baik, dan karena-Nya kini semangatku tumbuh kembali.
Aku mulai lagi beraktivitas seperti biasa. aku mulai membenah diri, tak perlulah aku larut terus dalam kesedihan. kalau bukan aku sendiri yang merubah, siapa lagi?
Lusa, aku akan melaksanakan ujian. aku mulai belajar lebih keras. semangat akan cita-citaku semakin besar. aku harus bisa membuktikan pada ayah dan ibu bahwa aku bisa mewujudkan semua mimpiku.
Berdo'a, berikhtiar, bertawakal, tiga hal itulah yang kini menjadi pendamping setiaku. dan aku pun masih punya orang-orang yang menyayangiku. aku tidak sendirian.

Tiga tahun kemudian.

Hari ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu. hari dimana aku akan di wisuda. hari dimana aku akan meraih gelar sarjana pendidikan seperti impianku, dan aku akan mempertanggungjawabkannya. karena bagiku ini tidaklah semata-mata hanya gelar, tetapi lebih dari itu. Do'a ayah terkabul, aku berjanji akan menjadi guru yang sejati. tiga tahun yang lalu aku lulus dengan nilai terbaik di daerahku, dan aku melanjutkan studi ke salah satu universitas favorit di negeriku.
" Aisyah Zahara, silahkan naik keatas panggung." tiba-tiba suara pak rektor memecah lamunanku.
Aku pun bergegas melangkah menuju podium. aku tidak pernah menyangka bisa berdiri di depan semua rekan-rekan seperjuangan dan dosen-dosenku tercinta. dan aku bersyukur bisa mendapatkan hasil yang memuaskan, aku lulus dengan predikat cumlaude, nilai tertinggi di angkatanku.
" ehem..assalamualaikum warahmatullohi wabarakatuh."
semua menajwab salamku.
" salam keajaiban bagi kita semua. hari ini saya beserta rekan semua telah di wisuda. meraih gelar sarjana dan siap mempertanggungjawabkannya. semoga kebaikan selalu ada dalam diri kita semua. terimakasih saya ucapkan kepada semua orang yang telah  berperan dalam perjalan hidup saya. dan especially, saya ucapkan terimakasih untuk kedua orang tuaku yang yang sedang menyaksikan ini di surga. terimakasih ayah.. terimakasih ibu.. terimakasih atas beribu-ribu pelajaran yang telah kalian berikan. ais berjanji akan selalu menjadi orang yang berguna. terimakasih telah menjadikan ais seperti ais saat ini. ais persembahkan semua ini untuk kalian. ais sangat rindu dan menyayangi kalian. terima kasih. wasalamualaikum warahmatullohi wabarakatuh."
Aku turun dari podium, ruangan ramai dengan tepuk tangan. lagi-lagi aku menangis, bukan karena aku cengeng atau apa, tapi aku sangat bahagia.
Inilah awal hidupku yang sesungguhnya. di depan sana aku bisa melihat banyak tantangan dan keajaiban. aku juga melihat ayah ibu tersenyum untukku. mereka tetap ada bersamaku, disini, dihatiku. 
Dunia nyata, anak didikku, tunggulah, aku segera menemuimu.

Tamat.

Nama : Santi Puspitasari
Alamat : Jalan Laswi, Gg. Mesjid Jami Al-Mujadid, No.51, Tasikmalaya.
No. Kontak : 08984644537

LOMBA CERPEN MAJALAH KUNTUM
19:50  LOMBA CERPEN  19 comments